Senin, 28 September 2015

Mainstreaming EYD 'Alloh', bukan 'Allah'




Selama bertahun-tahun dibangun digunakan, nama lajur tol itu adalah Jakarta-Cikampek. Publik menerima itu tanpa ada yang protes. Sampai akhirnya terjadi pembangunan lajur tol sambungan yang menembuskan sampai ke Cirebon. Tibalah saat pemberian nama lajur. Pemerintah tanpa merasa ada yang salah  meneruskan namanya: Cikampek-Palimanan disingkat Cipali.

Namun sebelum akhirnya dikukuhkan, Bupati yang punya wilayah tempat keluar masuk-tol, Bupati Purwakarta Dedy Mulyadi, meluncurkan Nota Protes dan keberatan kepada pemerintah pusat atas kesalahan yang berulang sekali sekaligus meminta koreksi atas kesalahan yang sudah bertahun lamanya. Bahwa Pemerintah daerah kabupaten Purwakarta meminta agar penamaan lajur yang pertama Jakarta-Cikampek menjadi Jakarta-Cikopo. Dan untuk yang  baru disebut Cikopo-Palimanan. Mengapa demikian?

Fakta sesungguhnya, exit tol itu berada di wilayah kecamatan Cikopo, Kabupaten Purwakarta. Bukan di Cikampek, yang terletak di Kabupaten Karawang. Pemerintah pusat akhirnya menerima. Media pun mengamini perubahan ini. Sekarang publik pun terbiasa dan mengenal nama kecamatan yang terhapus dalam peta sejarah per-tol-an di Indonesia. 

Pelajaran yang bisa diambil ialah, seringkali publik tidak ngeuh dengan detil apalagi ternyata sesuatu yang salah. Publik menganggap baik-baik saja dan menganggap semua sebagai kebenaran. Hanya perlu seorang yang ngeuh, peduli, dan mau melakukan ikhtiar perubahan. Dan ternyata bisa berubah.



Alloh dengan "O" bukan dengan A

Umat Islam di Indonesia terlelap dengan buaian fakta penulisan dan ejaan asma Tuhannya dengan ALLAH. Penulisan seperti ini berlangsung berpuluh-puluh tahun dan entah dimulai sejak kapan. Semuanya tersihir dan kompak menuliskannya seperti itu. Tidak ada yang pernah berdiri tegak dan mengambil sikap resmi ditujukan kepada lembaga otoritas bahasa agar mengubah penulisan sesuai penyebutan.

Kalau pun ada yang melakukannya, karena sikap pribadi dan dituangkan dalam karya yang dikonsumsi secara terbatas. Keistiqomahan seperti ini misalnya ditunjukkan oleh Syeikh Muhammad Abdul Gaos SM Al-Qoodiri An-Naqsyabandi dalam setiap tulisan dan buku-buku karya intelektual beliau: menulis Alloh dengan O bukan dengan A. Di beberapa kesempatan beliau selalu konsisten mengingatkan dan mengajarkan betapa mendasarnya prinsip penulisan Alloh dengan Alloh.

Kita ingin gerakan mengubah penulisan sesuai penyebutan untuk asma Alloh ini terjadi secara resmi dan berlaku secara nasional. Pemangku otoritas sepakat dengan keputusan ini dan konsekuensinya memerintahkan kepada seluruh lembaga penerbitan naskah kenegaraan, pemerintahan, para penerbit pemerintah maupun swasta, kepada para editor, redaktur, penulis, dan jurnalis untuk mulai menulis Alloh dengan 'o' bukan dengan 'a'. 

Ini juga soal konsistensi: pernahkah ada dai', kyai', ustadz, santri, atau muslim siapa saja yang ketika menyebut asma yang satu ini dengan bunyi dan penyebutan ALLAH? Tidak ada kan, kecuali para pejabat berlatar kejawen dan sok relijus dan biar keliatan keren menyebut nama Tuhan yang agung dengan kata ALLAH. Semua justru menyebut asma ALLOH dengan ALLOH. Tapi masalahnya, kenapa menyebut asma dengan O tapi ketika menulisnya dengan A?

Dalam siyaqulnkalam bahasa Arab, asma ALLOH bulat dengan O kecuali saat kalimah sebelumnya kasroh seperti BISMILLAH. Tapi ketika nama itu ditulis dalam ketunggalan maka wajib menulisnya sesuai dengan siyaqulkalam Arab aslinya yakni dengan Alloh. Ini sekaligus untuk mengistiqomahkan penulisan dengan penyebutan.

Kalau kita tidak berani mengubah penulisan, beranikah kita mengubah penyebutannya? Dengan cara mengikuti cara penulisannya selama ini? 

Jawabannya pasti tidak mau! Kalau begitu sudikah mendukung Gerakan Nasional mengubah penulisan kata ALLAH dengan ALLOH. Mulailah dengan diri kita melalui tulisan-tulisan yang sering kita lakukan saat updates status Facebook, Tweetter, BBM, WhatsAp, menulis email, sms dan lain-lain. Ingatkankah teman, sahabat, kolega, atau siapa saja yang masih menulis salah dan kini, sekali lagi, saatnya menulis penyebutan ALLOH dengan ALLOH dan bukan ALLAH.

Akhirnya, semoga Alloh meridhoi gerakan ini dan semoga kita terhindar dari kategori menyerupai kaum (tasyabaha biaqoumin) yang selalu memilih penulisan ALLAH sama dengan penyebutannya. Naudzubillahimindzalik. 

Salam dari Kanzul 'Arsy,

Share:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

,

Abah Jagat
PhD Student at Tilburg University, Holland 


Unordered List